-------------------------- Act. 9 Self Justice (Part. 1 - The
Vague Belief)---------------------
Sore menjelang, Zeppelin yang menabrak dinding pun hancur
lebur, rusak parah dan tidak bisa diperbaiki lagi karena sudah menjadi
puing-puing kayu dan besi rongsokan. Namun disaat yang genting mereka semua
berhasil lepas dari maut.
“Gyahahha jadi hancur deh.. Zeppelinku tersayang… gyahahaha”
Seperti tak terjadi apa-apa, Pak tua Eisen berdiri sambil
tertawa kencang melihat puing-puing bangunan dan Zeppelin yang kini jadi
reruntuhan.
Kemudian Rena terbangun dari tidurnya meletakkan tangannya
dikepala sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aduh.. hampir saja mati… ”
Satu persatu mereka berdiri dari tragedi yang tadi sempat
mengancam nyawa mereka. Sangat beruntung sekali mereka lepas dari maut.
Seseorang keluar dari puing-puing kapal yang berserakan dan menumpuk layaknya tumpukan sampah.
“Wah! Ternyata Yami masih hidup toh.. ”
“Kamu mau aku mati yah Rena?”
“Hahaha.. gk kok.. cuman bercanda.. yang lain mana yah?”
Dengan jalan terpincang-pincang dari dekat puing-puing kapal
Phillip menggendong Airi layaknya membawa seorang putri.
“Uhm.. Phillipe.. tolong turunkan saja aku…”
”Ah.. baiklah nona Airi.. maaf…”
”Ah.. baiklah nona Airi.. maaf…”
Jawab Phillipe yang kecapekan akibat pertarungan yang sengit
sambil menurunkan Airi dari gendongannya. Kemudian setelah dia menurunkan Airi,
Phillipe pun langsung jatuh pingsan.
“Phillip!!!”
Teriak Airi yang histeris melihat Phillipe yang jatuh. Airi
mendekatinya sambil menggoyangkan tubuh Phillipe.
“Phillip!! Phillip!” teriak Airi
Rena pun menghampiri Airi dan berkata “Tenanglah Airi.. dia
tidak apa-apa kok masih bernafas… lagi pula bagaimana kalau kau memberinya
healing magic”
“Be-benar juga.. maafkan aku yang jadi panikan gini..
HEAL!!”
Airi meletakkan kedua tangannya ditempat luka-luka di tubuh
Phillipe lalu ia menggunakan Healing Magic-Heal, sihir yang mampu mengobati
luka seseorang akibat pertarungan Phillipe.
Rena menepuk pundak Airi dan memujinya.
Mereka pun tersadar akan satu orang yang belum nampak batang
hidungnya.
“Bagus.. eh iy, Ngomong-ngomong si Raito kemana yah?” ujar
Rena
“Ghahaha.. si muka pucat bukan nona kecil? Itu disana lagi
tiduran…” Eisen menjawab pertanyaan Rena sambil menunjuk kearah kirinya yang
dimana diarah itu ada Raito yang sedang tidur-tiduran.
Rena pun berlari menghampiri Raito yang sedang tertidur.
Lalu ia duduk diatas badannya sambil memukul perutnya.
”hei Raito!! Bangun.. Bangun.. Bangun..”
”hei Raito!! Bangun.. Bangun.. Bangun..”
Akibat pukulan Rena pada perut Raito yang terus-terusan
akhirnya Raito bangun sambil mendorong Rena kedepan. Dia terbangun dari
tidurnya sambil berkata
“berisik tau .. gk bisa apa gk ganggu orang lagi tidur.. ”
“Huh.. dasar! Bukannya bangun.. ”
“Duh.. yasudahlah.. ”
“Ghahaha.. akhirnya dia bilang yasudahlah lagi.. dia sudah
normal…”
“Apa maksudmu Pak Tua…?”
“Ghahhaa.. bukan apa-apa”
Si muka pucat bangun berdiri dari tidurnya lalu menunduk minta
maaf ke pak tua eisen
“ngomong-ngomong aku minta maaf yah.. kapalmu jadi rusak
begini Pak Tua.”
“Ghahaha.. tidak apa-apa muka pucat.. justru aku senang..
aku dapat melihat orang yang bisa meniru jurusku hahaha.. ”
“memang iya? Ah aku tidak yakin tuh aku meniru.. ”
“ghahhaa.. terserah kamu aja deh…”
Walaupun banyak kerugian yang terjadi namun untungnya tidak
ada korban jiwa yang muncul dari pihak yang dirugikan ataupun yang merugikan.
Dengan demikian Raito dan kawan-kawan akhirnya sampai di tempat tujuan
Dammaster.
Mereka berkumpul di tengah-tengah puing kapal sambil
membicarakan rencana berikutnya tanpa
mengetahui apa yang selanjutnya akan terjadi.
“Jadi bagaimana selanjutnya nih? Raito?”
“Kok nanya ke aku sih ? bukannya kamu yang mimpin Rena?”
“Ehhh!! Tapi yang menghancurkan belakang kapal kan kamu! ”
“Iya sih! Tapi jangan salahin aku juga dong! Klo gk ada naga
kan gk bakal kek gitu!”
“Sudahlah muka pucat.. ngaku aja deh! Ya kan Rena?”
“Huuh..”
”Yami.. kamu.. errrgh.. Yasudah terus gimana nih?”
”Yami.. kamu.. errrgh.. Yasudah terus gimana nih?”
“Ghahaha.. aku pulang jalan kaki aja deh.. ”
“Ehh.. jgn gitu dong paman.. aku kan yang udah ngerepotin..
jadi kayak gini…”
“Klo bencana bisa terjadi kapan saja kan.. gk bisa ditolak
pula.. Gahahhaa.. santai saja..”
Tiba-tiba ditengah perbincangan datang satu barikade prajurit
Dammaster beserta orang yang sepertinya orang penting. Prajurit-prajurit itu
mengelilingi Raito dan kawan-kawan sambil menodongkan senjatanya.
“kalian semua!!.. kalian ditahan!!!”
“kalian semua!!.. kalian ditahan!!!”
“Eeeehhhh… “ semuanya teriak
Lalu keluarlah seseorang berambut coklat yang memakai
googles namun pakaiannya berwibawa yang sepertinya penting keluar dari barisan
prajurit menuju Raito dan kawan-kawan.
“Loh!.. Paman Sid!!”
“Eeeeehhhh….” Semuanya teriak
“Loh! Airi? Kenapa ada disini?”
Airi berbisik ke orang tersebut menceritakan apa yang
terjadi “beginiloh paman Sid..
ppsstt….pssttt…pssstt…”
“Oh.. begitu toh..
baiklah.. kalau begitu.. ayo kalian semua ikut aku.. ”
“Kalian para prajurit!! Buang puing-puing ini dan perbaikki
tembok!!!“
“EEEhhh… ”
“Kerjakan!! Jangan membangkang!!”
Raito dan kawan-kawan dibawa Sid ke kediamannya di pusat
kota Dammaster. Dalam perjalanan menuju kediamannya ternyata diketahui bahwa
Sid itu merupakan wakil walikota Dammaster. Dia yang membantu walikota mengatur
kota ini dan terlihat bagus.
Sesampainya di Sid’s Mansion Eisen berpamitan pergi ke Transportation
district Dammaster, rupanya dia punya kenalan disana dan minta tolong sesuatu.
Sid memberinya surat untuk disampaikan ke ketua Transportation Distrik
Mereka berlima menginap di kediaman Sid. Mereka berlima
berpisah ke kamar masing-masing dimana Rena sekamar dengan Airi dan Raito
sekamar dengan Yami dan Phillipe.
Setelah mereka tiba di kamar masing-masing mereka meletakkan
barang dan tidur-tiduran dikasur.
“huft~ capek jg.. gara-gara muka pucat sih!”
“Hei.. belum apa-apa udah ngajak berantem.. awas kau yah
Yami.. klo misalnya aku gk capek.. aku hajar kau!”
“Ihh.. takut.. tapi kamu pasti kalah.. sekarang.. aku sudah
punya koalisi! Ya kan Phillipe!”
Phillipe termenung melihat langit dari jendela kamar. Entah
apa yang dia pikirkan sehingga dia tidak menjawab ajakan Yami.
“…”
“Hei.. Phillipe..”
“Huh? Kenapa dia?”
“Hoi Phillip kenapa bengong?”
Raito menepuk pundak Phillip
“Ah tidak.. tidak apa-apa..”
“Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu… pasti tentang
naga yang tadi siang yah?’
“Huh… ”
“Wogh.. yang tadi siang.. jangan-jangan Phillip naga itu..
kau tau yah!?”
“Baiklah akan kuceritakan… tapi tolong jangan beritahu nona
Airi’
“oke!”
“Corrupt Dragon itu.. sepertinya mengincarku…”
“hah? Apa maksudmu?”
“Corrupt Dragon adalah naga paling rendah tingkatannya
daripada naga yang lain…. Meeka adalah ras naga yang bermutasi menjadi monster,
hanya kekuatannya saja yang besar namun ketahanannya sangat rentan… Namun sepertinya
ada seseorang yang mengendalikan naga tersebut untuk mencariku… maka dari itu
aku khawatir akan mencelakai Airi dan kalian semua…”
“Begitu.. lalu? Apa yang mau kau lakukan?”
“Entahlah.. “
“Tenang saja Phillipe! Ada aku dan si muka pucat! Kau pikir
aku ini siapa sih! Aku belum saja menunjukkan kekuatanku hahaha!” ujar Yami
dengan sombongnya yang tidak berpikir panjang
“Dasar kau Yami, begini saja Phillipe, sekarang kita tidur
saja, kau juga pasti sudah lelah kan? Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa…”
“Kau benar juga Raito… baiklah lebih baik aku tidur dulu
deh.. ”
“Hei.. hei.. kok sudah mau tidur sih Raito! Phillipe! … ya
ampun!!”
Mereka bertiga yang kelelahan akibat kejadian tadi siang
tidur diatas ranjangnya masing-masing.
“Zzzz…zzz..zzzz….”
Sementara itu di kamar perempuan Airi sedang berbicara
dengan Sid yang mengantarnya
“Ngomong-ngomong paman Sid.. Terima kasih banyak… maaf telah
merepotkan paman sampai seperti ini”
“oh tidak apa-apa.. selama ada di kota ini menginaplah di
mansion paman.. “
“Terima kasih paman, kami tidur dulu ya!”
“Ya…”
Airi dan Rena juga bersiap untuk tidur. Mereka berlima tidur
dikamar tidurnya dengan lelap seperti esok akan menjadi hari yang sangat damai
bagi mereka.
Lalu keesokan paginya Raito terbangun dari tidurnya. Ia
melihat ke sekitarnya, melihat Yami sedang tidur dengan pulas dan kasur Phillip
yang kosong dan rapih. Dia pun melihat ada secarik kertas terletak diatas meja.
“Loh mana si Slayer itu.. ?” Raito bangun dari kasurnya
berdiri dan berjalan menuju meja yang dia lihat ada secarik kertas diatasnya.
“Huh? Dia pergi? Sepertinya dia pergi meninggalkan pesan…”
‘Raito atau Yami, Maaf bila merepotkan jika membaca surat
ini tolong jangan beritahu Airi tentang pembicaraan semalam, aku tidak ingin
membuat dirinya khawatir, sekarang aku sedang mencari dalang dari semua ini…
mohon maaf sekali lagi - Phillip’
“Heh?? Kemana Phillip?” Yami yang baru bangun tidur bertanya
sambil mengumpulkan kesadaran
“Oh.. dia jalan-jalan, cari angin segar…”
“Oh gitu… yasudah tidur lagi ah… ”
“Huft.. Merepotkan… ” ujar Raito sambil garuk-garuk kepala
“Lebih baik mandi dulu deh.. supaya segar…” Raito pun berjalan ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, Airi dan Rena datang mengetuk pintu
kamar Raito dan Yami. Rena langsung membuka pintunya, dan tanpa sengaja mereka
berdua melihat Raito yang baru saja keluar dari kamar mandi yang hanya memakai
handuk. Muka mereka berdua memerah, Rena dengan refleks melayangkan tinjunya ke
Raito.
“Raito!!!” Teriak Rena sambil memukul Raito dengan kencang
*Dugh!*
“Aduh… Sakit tau Rena!” kesal Raito yang terlempar “Kalian
berdua harusnya mengetuk pintu dulu sebelum masuk! Sana keluar dulu! Aku mau pakai
baju!”
“Me.. memangnya siapa yang mau melihatmu, kami kan Cuma mau
mengambil tas kami tahu!! Ayo Airi kita keluar dulu!” Rena dan Airi keluar dulu sebentar.
“Sudah selesai belum!”
“Sudah!!“
“Aku masuk ya!” ujar Rena
Rena dan Airi pun kembali masuk ke dalam kamar. Lalu
sekarang giliran Yami yang baru bangun
dari tidur masuk ke kamar mandi.
“Eh iya.. Raito, kemana Phillip??” tanya Airi yang heran
karena cuman ada Raito dan Yami di kamar itu
“Oh, dia sedang jalan-jalan keluar cari angin… ”
“Ku harap tidak terjadi apa-apa… habisnya kemarin dia
terlihat kurang enak badan”
“Sepertinya dia baik-baik saja.. dia kan orang kuat… ya
kan?” tegas Raito
“I-iya… ”
“Nah ketemu!” Rena mengeluarkan tasnya dari dalam gerobak
bawaan mereka. “Ayo sekarang kita pergi ke.. ke tempat Harpuia!”
“Anu.. aku mau jalan-jalan sebentar ke suatu tempat.. boleh
kan?” ujar Airi
“Oh begitu.. yasudah kalau begitu aku, Raito dan Yami saja
yang pergi” jawab Rena
Didalam kamar mandi Yami membalas sambil teriak “Ah.. aku
tidak bisa Rena aku mau ke suatu tempat… ”
“Ehh.. yasudah kalau begitu.. Raito! Kau tidak boleh menolak
ya!..”
“Ehh.. errghh.. yasudah.. Tapi Airi, apa kau tidak apa-apa
sendirian ?”
“Oh iya.. Apa tidak-apa-apa Airi? Bagaimana kalau kita antar
Airi dulu baru ke Harpuia”
“Tenang saja.. aku sudah hapal tempat ini .. lagi pula.. ini
urusan ku sendiri .. tenang saja.. hmmm.. mungkin kita akan bertemu di taman
kota sore nanti… bagaimana?” ujar Airi sambil tersenyum
“Yasudah.. kalau kau bilang begitu.., Nanti kita ketemuan di
taman kota aja ya!? Oke!?”
“Baik.. ” jawab Airi
“Ya!!.. nanti aku tunggu disana juga ya!” Teriak Yami dari
kamar mandi
“Kau harus menemani ku Raito…” sambil memegang erat Raito
supaya tidak kabur
“Errghh.. baiklah… ”
“Baik kalau begitu ayo kita berangkat!”
Mereka berempat mempunyai acara masing-masing, Airi pergi ke
suatu tempat yang dia tidak ingin mereka bertiga mengetahuinya, Yami pergi ke
tempat yang dia sendiri lupa bilang, lalu Raito dan Rena pergi ke pinggiran
kota Dammaster tepatnya ke tempat
Harpuia
Raito berjalan berduaan dengan Rena. Mereka melewati jalan
yang dipenuhi banyak orang.
“Hmm… toko sihir Magica Zephiria ya.. ah coba kita tanya ke
orang itu.. ”
Rena pun berlari menuju ke ibu-ibu penjual asinan untuk
bertanya keberadaan tempat Harpuia.
“Hei bu.. apa ibu tau toko Magica Zephiria?”
“Oh.. toko itu.. nona lurus saja terus lalu belok kiri di
gang sempit itu ada toko itu…”
“Terima kasih ya bu.. Raito ayo cepat!”
“Cepat sih cepat!, tapi kenapa aku yang bawa barang bawaan
mu jg!”
“Resiko mu tau! ”
“Wee… !”
Sesampainya didepan toko itu, mereka berhadapan dengan
seorang penjaga toko berbentuk makhluk seperti Pinguin atau ras Beast-Pingunian
pintu toko sihir tersebut. Lalu pingunian itu mengatakan sesuatu.
“Bersayap tidak bisa Terbang, Tidak bersirip tapi bisa
berenang”
“Hah?” Raito bingung
“Oh.. itu kan ‘kamu’.. penguin” jawab Rena
Kemudian si pinguinian itu pun berbicara lagi “Bukan aku
ataupun dia…”
“Ngomong apa lagi dia? Hei boleh kah kami masuk!” tanya Raito
“Kamu?” jawab Rena
“Kamu??” tanya penguin itu kepada Rena
“Aku? Rena.. Rena Rainhearth.. ingin bertemu dengan Harpuia
boleh?”
“Rena Rainhearth? Harpuia menunggumu.. Silahkan masuk..”
“Ah terima kasih.. Raito ayo masuk!!...”
“Percakapan kalian berdua seperti orang bodoh tau gak…” ucap
Raito
Rena yang mendengar ucapan Raito langsung memukul perut
Raito dengan sikunya.
“Aduh…”
Raito dan Rena masuk ke toko Magica Zephiria. Didalam toko
terdapat banyak sekali benda-benda sihir seperti tongkat sihir, perlengkapan
sihir, dan benda-benda yang mengandung sihir lainnya. Disana terlihat seorang
wanita berambut hijau memakai dress berlengan panjang.
“Selamat datang, Rena Rainhearth… Aku Harpuia.. Salam kenal…
dan, laki-laki itu?”
Wanita berambut hijau pendek yang dikenal dengan sebutan
Harpuia menyapa Raito dan Rena dengan ramah.
“Ah ya.. Salam kenal.. Aku Rena.. dan ini teman ku, Raito…”
“Oh.. jadi dia ya Pale-faced Knight… ternyata benar dia
pucat ya.. hahhaa..”
“Aduh.. bisa gawat nih.. ”
Rena mengambil tasnya yang sedang dipegang Raito dan
mengeluarkan surat dari dalamnya kemudian ia berikan kepada Harpuia.
“Oh iya.. nona Harpuia ini, aku membawa titipan dari tuan
Fafnir… ”
“Begitu kah? Coba aku lihat?” Harpuia menelaah surat yang
telah diberikan oleh Rena ia membaca surat itu, kemudian dia pergi ke pintu
yang ada didalam sana “Hmm… Begitu yah.. kalau begitu.. sebentar yah.. aku
siap-siapin beberapa hal dulu…”
Melihat Rena yang heran entah kenapa, Raito bertanya pada
Rena
“Kenapa Rena?”
“Aku malah jadi penasaran sama isi surat itu… ”
“Nanti saja kita tanya kalau dia sudah kembali… ”
“oke deh…”
Raito duduk santai sambil melihat-lihat sekeliling toko
sementara Rena berjalan-jalan kesana kemari melihat-lihat tongkat sihir dan
peralatan sihir yang ada disana. “hmmm.. sepertinya tongkat ini bagus.. .”
“ya.. dan kau mirip seorang magical girl.. ” ucap Raito. Dan
seperti biasa, kepala Raito pun jadi sasaran pukulan Rena.
“Uaaghh.. kamuu... ”
“Aku tidak mau membuat bukuku rusak untuk memukul kepalamu
Raito..”
“Urghh..”
“Maaf sudah menunggu lama… ini bingkisan untuk kalian…
sesuai permintaan Fafnir”
Harpuia keluar dari kamar, melangkah menuju etalase tokonya,
lalu dia mengeluarkan membuka bingkisan yang dia bawa dari dalam kamar tersebut,
bingkisan itu berupa tongkat sihir dan buku sihir untuk pemula.
“waw! Ini buatku?? ”
“Yap, benar.. oh iya, kalian ingin pergi lagi kan? Kalau
begitu aku titip pesan ini ya… kalau kalian pergi ke Ohm, tolong bawa surat ini
untuk temanku Shadow… ”
“Itu sih gampang.. ya kan?’ ujar Rena
“… wee….”
Lalu Rena menuju pojokan toko dan mengambil staff dengan
ukiran indah dan kembali ke etalase.
“Oh iya nona Harpuia, aku beli staff yang ini boleh kan?”
“Oh staff itu? Untuk kamu saja deh, gratis kok.. hehe.. oh
iya tuan muka pucat mau apa? Apa kamu tertarik ama barang-barang disini?”
“... gak ada yang menarik… ”
“Dasar…”
“Klo begitu.. Nona Harpuia kami pamit dulu ya, terima kasih
atas bingkisannya…”
Ketika Rena mengemasi bingkisan yang diberikan Harpuia dan
beranjak dari tempatnya menuju pintu luar, Raito segera mengingatkannya yang
akan dia tanyakan.
“Tunggu Rena, bukankah kau penasaran akan sesuatu… maaf lancang
nona Harpuia, sebenernya isi surat itu apa nona Harpuia? ”
Rena yang sudah menuju pintu luar toko balik badan lalu
Raito bertanya apa yang ingin Rena tanyakan sebelumnya.
“Ehh.. tadinya sih mau nanya itu, tapi bisa aja kan itu
privasi, bisa aja itu surat cinta dari Fafnir ya kan nona?”
“Ah kau bisa saja Rena hehe… Sudah kuduga kalian pasti
bertanya hal ini… Benar juga harusnya kalian juga tahu, jadi inti dari surat
ini adalah kita semua harus berhati-hati terhadap RED yang sudah memulai
kembali gerakannya”
Mereka berdua bingung, lalu Rena yang berdiri di depan pintu
mengambil kursi yang ada di dalam toko kemudian duduk mendekati etalase.
“RED?”
“Ya, RED atau Rendezvouz Environtment of Darkness,
organisasi kegelapan yang dahulu diketuai oleh Diabloz, mereka menginvasi
tempat-tempat untuk dihancurkan dan menguasai tempat-tempat tersebut… lalu
setelah itu mereka menyerbu tempat lain dan menghancurkannya….”
“Apa, desa yang waktu itu hasil RED jg ya?”, Tanya Raito
“Kalau itu, aku tidak tahu pasti, tapi bisa saja, selain
invasi tempat dan menghancurkannya, mereka juga merekrut orang-orang untuk
menjadi bawahannya…”
“Apa tujuan sebenarnya dari RED nona Harpuia?”
“Entahlah, dari dulu aku juga gak dikasih tahu ama Fafnir,
kehancuran absolute kali, hehe..”
Percakapan terhenti sejenak, Harpuia tersenyum melihat
mereka berdua yang masih sedikit bingung. Lalu Rena pun akhirnya mengambil
kesimpulan.
“Hmm.. Jadi kalau misalnya kehancuran yang mereka inginkan,
ini berarti kita harus mencegahnya… ya kan Raito?”
“Kamu saja Rena, aku gak peduli… yang penting aku bisa
melindungi kalian bertiga itu sudah cukup…” jawab Raito dengan cuek
Mendengar komentar dari Raito, Rena pun diam dengan wajah
yang memalingkan diri dari hadapan Raito
“Huh… ngeselin…”
Harpuia tertawa melihat tingkah laku mereka berdua.
“Muka pucat, muka pucat… hahaha… dasar…”
“Nona Harpuia, tadi tuh ku kira itu surat cinta dari Fafnir
loh.. hehe.. ” ujar Rena asal ceplos
Harpuia pun kembali tertawa, kemudian ia mengatakan sesuatu
dengan suara yang kecil seperti sedang berbisik
“Psstt.. Fafnir sudah punya istri loh…”
Rena pun kaget mendengar apa yang dikatakan Harpuia “Ehhhhh!!!
Yang bener… tapi kemana?”
“Mereka berdua sedang long distance relationship, hahhaha..
soalnya Fafnir lagi menyelidiki sesuatu.. makanya dia ngasih surat ini…”
Lalu Raito memotong pembicaraan mereka berdua dan mengingatkan
Rena untuk kembali ke tempat yang lainnya.
“Yasudahlah, klo begitu kami pamit dulu, terima kasih ya!
Ayo Rena, kita pulang”
“Ah, iya terima kasih nona Harpuia”
Mereka berdua berpamitan kepada Harpuia dan keluar melewati
pintu toko.
“Ya, hati-hati ya!... ‘Sebenarnya apa yang Fafnir inginkan
dari anak-anak muda tersebut… apa kau ingin membangkitkan kembali Rebellions…?
Fafnir…?’”
Kemudian setelah keluar dari toko Harpuia, Rena dan Raito
berjalan dijalanan kota Dammaster.
“Hey, hey Raito, kamu sekarang mau kemana??”
“Entahlah… ”
“Hmm… klo gitu kita jalan-jalan dulu yuk.. ?”
“Sendiri aja sana…”
Rena pun memaksa Raito untuk menemaninya jalan-jalan, ia
memegang tangan Raito lalu menariknya dengan paksa menemaninya dan seperti
biasa Raito hanya pasrah saja diajak Rena jalan-jalan
Mereka berjalan-jalan mengelilingi kota Dammaster, melewati
pinggiran kota, membeli es krim, melihat-lihat barang yang ada di toko dan
lain-lain. Dan pada akhirnya mereka pun kecapekan, saat berjalan Rena pun
mengajak Raito untuk pergi ke taman kota untuk istirahat sambil menunggu Airi
dan Yami.
“Raito ke taman kota yuk?’
“Kau saja duluan… aku.. pergi dulu!”
Raito lari dengan cepat meninggalkan Rena seorang diri. Rena
pun kesal, dan dia pun pergi ke taman kota sendirian.
“Huh, dasar Raito! Awas saja nanti klo kembali” lalu Rena
berteriak “Aku tunggu di taman kota ya Raito!!!”
“Ya!!”
Raito pun berlari, lalu dia berjalan menelusuri kota sampai
pelabuhan dipinggir laut lepas yang indah terlihat disore hari. Melihat sebuah
bangku dipinggir pelabuhan Raito yang kecapekan memutuskan untuk duduk disana
sambil memandangi pemandangan laut sore yang indah.
“Duduk dulu ah.. ”
Tidak lama Raito duduk tiba-tiba seseorang menghampiri
tempatnya ikut duduk disampingnya. Lalu tangan
Raito diborgol oleh orang yang duduk disampingnya itu.
“Eeehh!! Apa ini ??” jawab Raito heran akan tangannya yang
diborgol
Orang yang memakai topi detektif dan trench coat memborgol
tangannya juga agar Raito tidak dapat kabur.
“Ketangkap kau! Knight of Iria!”
“Eh!!! Ada apa? Emg aku berbuat apaan!?”
Orang itu pun berkata “Kau kutangkap atas tuduhan pembunuhan
Walikota Dammaster..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar